Saturday, September 1, 2018

Pengalaman Yunita Menjadi Juru Malaria Kampung di Teluk Bintuni

Teluk Bintuni: Sistem pelayanan Early Diagnosis Anda Treatment (EDAT) yang diterapkan di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, berhasil menjadi juara dalam Penghargaan PBB untuk Pelayanan Publik Wilayah Asia Pasifik pada tahun 2018. 

Keberhasilan tersebut merupakan kerjasama dari berbagai elemen dalam daerah tersebut termasuk pemerintah, masyarakat, dan pihak perusahaan untuk menjalankan berbagai program EDAT. 

Beberapa diantaranya adalah pengepakan ulang obat anti malaria yang warna kemasan obat dikategorikan berdasarkan usia, distribusi malaria kit untuk Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu), pembentukan Juru Malaria Kampung (JMK) di tempat terpencil, serta program quality assurance yang konsisten dan berkelanjutan. 

Lima tahun sudah Yunita Misiro (26) menjadi JMK di kampung Hendrison, distrik Manimeri, yang terletak di pesisir sungai. Ia mengaku termotivasi membantu sesama masyarakat supaya terhindar dari penyakit mematikan ini. 

"Sebelumnya, suami saya yang menjadi JMK. Setelah dia tugas di luar kota, saya menggantikan," ujarnya pada Medcom.id dalam temu media di Teluk Bintuni, Rabu 29 Agustus 2018. 

Tugas JMK adalah menghampiri warga untuk diperiksa jika mengalami gejala dasar seperti demam, mata kuning, dan nafsu makan menghilang. Ia mengambil sampel darah warga yang sakit, membaca hasil pemeriksaan malaria dan mengirimkan ke Dinas Kesehatan untuk memastikan apakah positif atau tidak. 

Jika ya, dia juga memastikan pasien mengonsumsi obat secara teratur dengan mendatangi dan mengambil sampel darah hingga benar-benar sembuh. Ini adalah salah satu kendala baginya. 

"Kalau positif, nanti diambil sampel darah terus-menerus, ada yang tak mau. Kemudian, untuk anak-anak harus dibujuk dulu, ditemani atau dimasukkan dalam makanan lain."

Selain itu, tugas lain JMK adalah melakukan kunjungan rumah, memberikan informasi mengenai malaria, serta melakukan pencatatan dan pelaporan data secara rutin. 

Terdapat satu JMK dalam satu kampung. Saat ini, terdapat sekitar 70 JMK di Teluk Bintuni. Jumlah JMK sendiri sudah makin sedikit karena sudah tersedia Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang dapat menjangkau penduduk di wilayah terpencil). Setiap bulan, para JMK pendapat insentif sebesar Rp 250 ribu. 

Ibu beranak satu tersebut berpendapat bahwa kebiasaan tidak memakai kelambu saat tidur malam, kurang istirahat, dan sering bermain di daerah sungai atau sarang nyamuk adalah penyebab terkena penyakit yang berasal dari  parasit Plasmodium yang hanya disebarkan oleh nyamuk Anopheles betina tersebut. 

"Kebanyakan yang kena adalah nelayan, petani, dan yang suka berburu."

Selama menjadi JMK di kampung Hendrison, Yunita mengungkapkan bahwa rata-rata terdapat 10 kasus malaria ditemukan tiap tahun. Kasus terakhir ditemukan pada Maret 2018. 

Lihat video:

(DEV)

Let's block ads! (Why?)

http://rona.metrotvnews.com/kesehatan/4KZ4Yrpb-pengalaman-yunita-menjadi-juru-malaria-kampung-di-teluk-bintuni

No comments:

Post a Comment